Archive for the ‘ Non-Fiksi ’ Category

Teman? ~cerpen tugas bhs indo~

Sepertinya, Janji itu tidak berjalan sebagaimana semestinya.

Kalau memang aku harus benar-benar menepati janji itu,

Bukankah, yang berjanji adalah kau?

“ Tenang, walau kita berpisah, kita masih bisa terus bertemu kan? Lagipula, jarak kelasku dan kelas mu kan dekat, Yuki-chan, aku janji! “

Janji itu. Aku tentu masih mengingatnya. Kau mengingatnya?

Tentu saja, kenangan itu, semua kenangan itu. Aku ingat semuanya. Dan ketika mengingatnya, aku hanya ingin menangis. Mengingat saat-saat yang menyenangkan kala menangis hanya membuat tangis makin deras. Itu menyakitkan.

Hampa. Kosong. Semester itu, sepi sekali.

Aku memandang ke arah pintu kelas yang terbuka. Bertopang dagu, menatap kosong koridor  yang tepat bersebelahan dengan halaman sekolah. Tugas dari guru sudah kuselesaikan semenjak tadi. Teman-teman sekelas masih sibuk dengan urusannya masing-masing, berbisik-bisik sembari tertawa riang. Aku tidak peduli.

Ini sudah akhir semester dua. Aku bertanya-tanya pada diri sendiri, ini sudah akhir semester dua, seharusnya kau lebih semangat belajar, Yuki! Mana semangatmu!

Aku mendesah pelan, tidak peduli dengan bisikan semangat itu. aku sudah lelah, hanya itu. lelah dengan semua tidak ketentraman ini. Sungguh.

Natsu Izumi, semenjak kelas awal menengah pertama, aku bertemu dengannya. Ia gadis periang yang selalu berusaha menyenangkan orang lain. Aku berkenalan dengannya dan entah mengapa menjadi teman baik. Ia adalah seseorang yang sangat menyenangkan. Logat bicaranya riang, bersemangat. Seperti musim panas, cerah dan ceria.

Sementara aku, Yuki Izawa, semenjak masuk Sekolah Menengah Pertama, aku hanya berkumpul bersama teman satu Sekolah Dasar, dari dulu, aku memang tidak terlalu berbakat untuk mencari teman. Aku memang bukan seseorang yang mempunyai pendirian yang kuat.

Tiap kali aku bertemu dengannya, aku merasa senang.

Aku mendapat banyak teman, dan baru kali ini, aku merasa benar-benar hidup.

Kehidupan yang seperti sebuah mimpi yang begitu indah.

Tetapi, juga seperti sebuah mimpi, ada kalanya mimpi juga harus berakhir.

Tak terasa, saat itu setahun berlalu. Rasanya cepat sekali. Semuanya berlalu seperti angin. Ketika mengingatnya lagi, mungkin hanya akan menyisakan rasa sedih. Mimpi indah takkan kembali. Semua tahu itu.

Bukan, kelas Dua ini bukanlah mimpi buruk, pikirku sembari memutar-mutar pulpen. Yang akan menjadi mimpi buruk bagi seseorang hanyalah perpisahan. Ya, perpisahan dengan orang-orang yang menurutmu penting.

Kelas Dua ini, aku tidak bersama Natsu. Sudah hampir satu tahun lamanya aku di sini. Ini terlalu biasa. Hampa, kosong, sepi. Walaupun aku mendapat teman-teman yang baik.

Aku selalu melihatnya. Natsu masih seperti dulu. Ia masih tertawa riang, bercanda, mempunyai banyak teman. Aku hanya terus bertanya satu hal. Pernahkah ia melihatku lagi, disini?

Entahlah. Entah aku yang selalu berpikir egois, atau ia memang benar-benar melupakanku, aku tidak tahu. Walaupun jarak antara kami sangat dekat, setiap kali aku memandangnya,  ia terasa begitu jauh. Sangat jauh. Kami tak pernah berbicara satu sama lain saat itu. Layaknya kelas ku dan kelas Natsu terpisah oleh sebuah dinding. Lapisan tipis seperti ozon, tak tersentuh.

Aku mengalihkan pandanganku ke arah pepohonan di halaman sekolah. Berdesir-desir tertiup angin sore yang tak bersahabat. Aku mengerjap-kerjapkan telapak tanganku. Dingin. Sepertinya hujan akan mulai turun.

Guru di depan kelas menjelaskan sesuatu. Ada yang bertanya tentang tugas yang diberikan. Aku menatap jam dinding. Jam pulang sebentar lagi. Berarti, saat aku keluar kelas, aku akan melihat Natsu lagi.

Aku selalu melihat Natsu. Di kantin, di perpustakaan, di halaman sekolah, saat berangkat, saat pulang. Aku selalu melihatnya. Ia selalu terlihat cerah dan senang. Ketika kembali aku melihatnya, aku kembali bertanya, sekali lagi. Pernahkah kau melihatku, Natsu?

Bel tanda usai sekolah berbunyi. Desahan lega dari seantero kelas bergema kecil. Aku langsung menyambar tas dan keluar. Angin musim dingin masih terasa menyentuh pipiku. Aku menoleh sedikit ke arah pintu gerbang. Ada Natsu disana. Aku hanya tersenyum kecut dan berjalan melewati pintu gerbang, melewati Natsu yang sedang berbicara dengan temannya yang lain. Sampai jumpa besok, Natsu.. aku menggumam kecil. Sayang, hanya dalam hati.

Besok Ujian Semester. Semua sudah bersiap-siap, banyak yang mulai rajin membaca buku dan mengerjakan soal-soal. Kenaikan kelas nanti, kami –kelas Dua, akan naik ke bangku kelas Tiga. Tak terasa, aku melalui dimensi kosong secepat ini.

Aku mengerjakan ujian dengan cukup baik, walau mungkin tidak begitu percaya diri. Selama ujian aku juga melihatnya. Walau mungkin hanya sekilas. Semuanya berlalu baik-baik saja. Mungkin saja begitu. Aku juga tidak tahu. Aku tidak merasakan apapun.

“ hei Yuki, kau terus saja melamun! Ujian sudah selesai! Kita bisa bersantai.. Yahooo!” teriak Mika riang, diikuti sorakan teman-teman lainnya. Aku hanya tertawa.

“ Ya! Saatnya bersenang-senang! “ ujarku ceria.

Seantero kelas bersorak. Aku hanya terus tertawa melihat tingkah-tingkah teman-temanku yang aneh. Sejenak, aku terdiam. Sepertinya aku telah melupakan sesuatu.

Ya, aku baru menyadarinya. Mereka juga teman-temanku. Orang yang penting bagiku. Mereka selalu menyemangatiku, tertawa bersamaku, merasakan duka bersamaku. Mereka temanku! Mengapa aku terus memikirkan Natsu yang tak peduli padaku  sehingga banyak yang lain yang kuanggap tidak penting? Orang macam apa aku ini?

Aku benar-benar bukanlah teman yang baik. Hanya seorang pecundang yang ingin mempunyai sesuatu yang dianggap penting. Hanya anak kecil yang bisa menangis karna tak dapat meraih sesuatu, mendapatkan sesuatu. Aku tidak melakukan apapun! Sungguh, ini benar-benar sesuatu yang sangat memalukan!

Aku ingin menangis ketika aku menyadarinya.

Aku hanyalah seseorang yang sangat bodoh.

Aku menyesal, sungguh! Aku benar-benar menyesal. Hidup ku hanya kuanggap sebagai dimensi kosong. Mengapa aku menganggapnya sebagai sebuah dimensi kosong? Padahal sesungguhnya semua orang di sekitarku sudah mengisinya dengan berbagai kenangan yang menurut mereka penting! Dan aku hanya menganggapnya sebagai sebuah kekosongan, sesungguhnya orang macam apa aku ini?

Dan yang paling menyedihkan, aku barusan menyadarinya ketika aku akan berpisah dengan mereka, teman-temanku yang penting.

Benar-benar, seseorang yang bodoh.

Bel pertama di musim semi yang baru. Semua sudah berbaris dan menunggu pembagian kelas di semester baru. Aku bertemu dengan teman-teman. Senang sekali rasanya bisa bertemu mereka. Tetapi itu hanya berlangsung beberapa lama, setelah aku mengetahui, aku terpisah lagi dengan mereka.

Dan yang paling mengejutkan, aku kembali bersama Natsu.

Kacau. Ba, bagaimana bisa?

Aku bertemu lagi dengan semuanya. Dengan teman-teman yang mungkin dulu pernah terpisah oleh lapisan tipis itu. Dimensi kami kini telah sama. Tapi mengapa kini semuanya tetap sangat berbeda?

Bukannya senang, perasaanku kacau balau.

Apa yang harus aku lakukan? Padahal aku sudah mulai melupakan Natsu! Mengapa aku kembali melihatnya disini?

Melupakan sesuatu yang penting memang susah. Ditambah lagi, ia terus berada di depan mata kita. Aku memang berusaha berpikir egois. Apabila aku berharap sesuatu yang tidak mungkin, sesuatu itu hanya akan berubah menjadi harapan kosong.

Walau aku masih berharap, apabila setiap manusia diberi kekuatan oleh Tuhan, satu saja, aku ingin merubah harapan menjadi sebuah kenyataan.

Walau aku tahu, itu tidak mungkin terjadi.

Semua berjalan baik-baik saja, satu minggu, dua minggu, tiga minggu. Aku merasa betah. Banyak teman yang baik padaku. Seperti kelas Dua dulu. Senang sekali. Kecuali Natsu.

Selama masuk kelas Tiga, hingga beberapa minggu setelahnya, kami tetap begini. Diam, ketika berpapasan kami tak mengatakan apapun. Jujur, saat itu hanya hal itulah yang menghambatku untuk bebas bergerak.

Melihatnya lebih dekat. Selama ini aku hanya melihatnya dari jauh. Dan yang kulihat hanya tawa dan senyuman. Untuk satu hal itu, aku merasa senang, ia masih tertawa senang seperti biasanya. Tapi mungkin, sepertinya aku baru menyadari sesuatu.

Ketika ia sedang sendirian, ia hanya melamun. Menatap kosong langit yang berawan. Menerawang. Apa yang sedang dipikirkannya? Haruskah aku bertanya padanya?

Aku dan Natsu, terus saja diam, tak berkata apapun.

Sampai pada saat itu, entah aku harus berkata apa.

Secarik kertas jatuh dihadapanku. Aku tertegun.

“ Kau marah padaku Yuki? Mengapa, selama ini kau terus diam? Aku minta maaf kalau aku pernah punya salah..” bacaku dalam hati. Aku menoleh, Natsu tersenyum tipis padaku. Aku membalasnya.

“ Tidak, aku tidak pernah marah padamu kok, percayalah padaku..” tulisku.

“ Sungguh? Mengapa kau terus diam padaku? “ balasnya.

entahlah, aku juga tidak tahu.. hanya saja kau terlihat lain..” tulisku terbata.

“ lain? Aku ? benarkah? Memangnya aku terlihat berbeda ya? Tanyanya polos.

“ pokoknya lain, kau harus memahaminya sendiri..” jawabku.

kau memang tidak pernah berubah…Oh iya, kau tahu, jujur, aku senang sekelas dengan mu lagi.. “ jujurnya.

“ Ya, aku juga, aku juga senang. “ jawabku senang.

Bel tanda usai sekolah sudah berbunyi. Semuanya membereskan barang-barangnya. Natsu mengambil kertas tadi kembali, lalu berlalu, ia tersenyum lebar padaku. Aku tertegun sebentar. Lalu menghela napas, dan membalas senyumnya kembali. Syukurlah.. desis ku dalam hati.

Aku menerawang langit pagi itu. Cerah, biru, awan-awan kecil berarak-arakan seperti gumpalan kapas. Aku tersenyum menyambut pagi itu. Apakah pagi cerahku sudah kembali? Tanyaku dalam hati. Semoga saja benar begitu.. Kini aku benar-benar percaya, Tuhan selalu memberikan kita kekuatan, lebih dari satu, kepada setiap manusia. Yang pasti, aku tidak tahu banyak tentang semua kekuatan itu. Karena aku juga hanya tak lebih adalah seorang manusia.

Yang kutahu, semua orang pasti mempunyai kekuatan untuk mengubah harapan menjadi kenyataan. Tidak ada harapan kosong di dunia ini, dalam hal apapun, apabila kita punya keinginan yang kuat untuk mencapainya, termasuk dalam hal ini. Mencakup dalam hal apapun, Tuhan takkan memberikan harapan kosong, sebuah harapan yang sia-sia. Karena Tuhan Yang Maha Tahu, akan selalu mengetahui, batasan kekuatan pada hambanya. Tanpa kecuali.

Kali ini, bolehkah aku berharap sekali lagi.

Suatu saat nanti, mungkinkah aku bertanya padamu.

“ Kau temanku? “

Kuharap kau menjawab iya.

“ Ya, Aku temanmu, dan kau adalah temanku, cukup itu..”

Dan kau adalah sesuatu yang paling penting. Cukup itu yang harus kau ketahui.

Aku melangkah menuju bangkuku, menaruh tas dan baru saja duduk, ketika Ketua kelas menyuruh semua penghuni kelas untuk keluar kelas. Aku menurut. Aku menuju pintu keluar di antara siswi-siswi yang juga akan keluar.

Aku menoleh. Ada Natsu disitu. Kami berpandangan.

“ Hai.. “ sahut kami bersamaan. Kami kembali berpandangan dan tertawa.

“ senang bertemu lagi, Yuki.. “

“ Ya, senang bertemu lagi, Natsu.. “

Kuharap, “ pertemuan “ ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Bukan hanya dalam sekejap. Terus begini. Ini bukan mimpi yang harus berakhir. Hanya itu.

TheEnd.

~yohohoho..~

Bagaimana kawan? bagus tak? bagus tak?

Jadi, tugas bahasa Indonesia ini disuruh membuat cerpen yang berdasarkan tentang pengalaman sendiri gitu deh! jadi cerpen yang diatas itu realita, cuma latar, nama, percakapan, ada yang diubah, ada yang diganti, ada yang diperpendek.

hohoho. suzu lg bangga bgt ma cerpen ini, soalnya suzu bru pertama kali bisa bikin cerpen 2-3 jam-an. hohoho. mana ngumpulin nya paling awal~ dapet nilai tambah deh~ Yahoo~ kikikik

pliz comment.. bagus tak???